Widget HTML Atas

Sinetron "Preman Pensiun" Banyak Menggunakan Bahasa yang Unik

Tahu kan Sinetron Preman Pensiun yang ditayangkan
di RCTI setiap sore itu? Ya, sinetron ini terbilang
disukai penonton. Bahkan, walau ditayang
ulang pun, sinetron ini tetap disukai
penonton dan mendapat rating yang tinggi.

Sinetron yang diproduksi MNC Pictures dan
disutradarai Aris Nugraha ini merupakan
sinetron komedi yang bercerita
tentang kisah preman pensiun bernama
Kang Bahar yang menyerahkan pekerjaannya
kepada Kang Muslihat.
Kang Muslihat dalam memimpin anak buahnya
bersikap tegas. Walau tubuhnya kecil tapi ditakuti
anak buahnya yang lebih besar.
Salah satu anak buah Kang Muslihat adalah
Kang Komar yang merupakan preman gondrong
tapi lucu. Kang Komar ini suka menggoda janda cantik penjual sayur bernama Yuyun.

Ada juga kisah para pencopet yaitu Ubet, Junaedi, dan Saep yang berulang kali selalu mengalami kesialan karena pekerjaan mencopetnya dan bahkan pernah dihajar anak buah Kang Mus karena ketahuan mencuri HP anak Kang Mus.

Nah, kalau dicermati, ternyata kita bisa temukan banyak dialog menggelitik dari tokoh dalam sinetron ini yang menyangkut pelajaran Bahasa Indonesia. Apa saja? Berikut yang sempat saya catat.

Suatu waktu, Junaedi bertemu dengan Saep yang telah
memiliki dua anak buah yang ia didik sebagai copet baru.
"Bagaimana perkembangan copet baru?" tanyanya.
"Belum mekar," jawab Saep.

Tentu, kalau ditilik dari kata yang
digunakan Saep, bukan bunga, kan?
Saep ingin menjelaskan kepada
Junaedi kalau dua anak didiknya itu
masih perlu banyak belajar lagi agar kemampuan
copetnya bisa berkembang lebih baik lagi.
Dalam pelajaran Bahasa Indonesia, kata yang
digunakan oleh Saep itu dikenal dengan ungkapan (idiom).
Saep memang terbilang tokoh yang sering 
mengucapkan 
kata-kata unik. Yang paling 
mencolok adalah kalimat 
"Meramaikan
khazanah percopetan di kota ini." 

Beberapa adegan ketika dia 
memberi 'kuliah' tentang strategi
mencopet kepada dua 
anak buahnya, 
ia juga kerap
menggunakan istilah/ ungkapan yang unik. 
Selain Saeb, tokoh Komar cukup menarik perhatian.
Selain sikapnya yang paradoks, kadang garang dan
kadang seperti anak kecil di hadapan
istri dan Kang Mus, ia juga terlalu
polos untuk 'profesi' premannya.

Coba simak dialognya dengan Jhoni berikut:
"Kenapa saya selalu ada problema ya,"
ucap Komar sambil duduk di kursi markasnya
di parkiran pasar. Wajahnya nampak galau.
Joni yang duduk termenung, buru-buru meralat,
"Problem, Kang."
Namun Komar tetap bersikeras menggunakan
istilah problema.
"Iya, problema!!" katanya tak mau disalahkan.
Di pelajaran bahasa Indonesia,
ini kita pelajari dalam materi
kosa-kata, kata baku dan takbaku.
Ada juga percakapan Ubed dengan Diza, cewek manis berhijab
yang didatangi Ubed untuk mengantarkan
delivery order cilok-nya.
"Kamu kok mau jauh-jauh cuma buat
ngantar cilok ini?" tanya Diza.
Dengan kocaknya Ubed menjawab, "Tidak apa-apa, saya
memegang prinsip 'pembeli adalah putri raja'."
"Bukannya kalimat yang benar 'Pembeli adalah raja'?"
tanya Diza lagi.
"Kalau raja itu laki-laki,
untuk perempuan kan disebut ratu.
Sedangkan kamu masih terlalu muda
disebut ratu. Jadi, cocoknya putri raja aja. Makanya,
'pembeli adalah putri raja'," ujar Ubed polos. Ungkapan
yang digunakan Ubed itu, memplesetkan pepatah yang ada.

Selain beberapa kutipan di atas, masih banyak dialog lain yang menyinggung fenomena berbahasa. Misalnya saat percakapan Jamal dan Ujang mengenai perbedaan definisi sakit hati dan kecewa. Atau adegan saat Ujang meminta maaf pada Jamal. "Maaf Bos, kalau saya salah."
"Kamu memang salah," ujar Jamal gusar.
"Iya, Bos. Maaf saya salah...," ralat Ujang, kali ini tanpa kata 'kalau'.

Contoh lain, kalau boleh ditambahkan lagi, ada juga percakapan Kang Mus dengan Kinanti mengenai misteri pekerjaan Kang Uyan, sahabat Kinanti. Saat itu, Kang Mus kesulitan mengingat istilah biografi. "....Yang semacam bikin geografi, eh bukan pokoknya yang bikin profil kisah hidup seseorang."
"Biografi?" Kinanti meralat.
"Nah, itu maksud saya......," tukas Kang Mus.

Di Preman Pensiun 1 juga ada 'praktik' berbahasa yang cukup menggelitik. Saat itu, Murad memberi laporan kepada Jamal.
"Lapor, Bos. Para penduduk sudah saya peringatan."
Jamal lantas meralat, "Bukan peringatan, tapi peringatkan."
Murad kemudian mengulang laporannya, "Para penduduk sudah saya beri peringatkan."
Dengan menahan kesal, Jamal menyebut kalimat laporan Murad masih salah, tak perlu pakai kata 'beri'.
"Kalau begitu, biar Bos saja yang meralat."
Jamal hanya geleng-geleng kepala.

Sumber foto: Google
.
Jika berkenan mohon bantu subscribe channel admin, makasiiiihh!!